Nahdlatul Ulama merupakan organisasi terbesar di Indonesia bahkan di dunia, Nahdlatul Ulama merupakan kepalanya dari pada banom-banom NU. Jika diibaratkan Nahdlatul ulama adalah pohon dan IPNU IPPNU adalah akar daripada pohon tersebut, yang mana sebuah akar hatus memiliki dasar yang kuat untuk menjadi pohon yang kuat, diibaratkan seorang IPNU IPPNU harus lebih paham secara mendalam dan memperkuat keimanan perihal duduknya di organisasi IPNU IPPNU. Jadi janganlah risau bagi kita selaku Pelajar NU untuk dapat menjawab semua pertanyaan dan tantangan yang akan datang pada hari ini.

Baca Juga: Paradigma Kaderisasi Pada Gerakan Pelajar NU

 

Santri dan Resolusi Jihad

 

Gus Mus dalam suatu kesempatan pernah bicara bahwa santri tidak terbatas dalam definisi konvensional dan teoritis. Kita mengenal santri sebagai murid-murid yang mengalami masa belajar di pondok pesantren Kiai (Dhoffer, 2011:89). Namun tidak bagi beliau. Sesuai hemat Gus Mus, Santri adalah jiwa. Siapa pun bisa menjadi santri jika memiliki jiwa santri. Lantas bagaimana menjiwai “santri”? Cukuplah dengan mengkaji hadist dan kitab suci tanpa aplikasi? Ini adalah pertanyaan teoritis klasik yang bahkan jawabannya sudah menjadi konvensi: santri harus memberi bakti, santri harus berkontribusi.

 

Kontribusi santri 72 tahun lalu, dikenang sebagai hari santri yang ditandai dengan Revolusi Jihad. Revolusi jihad menjadi titik tolak perjuangan kiai dan santri. Setelah melewati proses pertemuan seluruh kiai dan Konsul NU se-Jawa dan Madura, Hadratussyeikh K.H. Hasyim Asy’ari mengeluarkan fatwa tentang kewajiban umat Islam berjihad mempertahankan tanah air dan bangsanya (Sunyoto,2016) Surabaya gempar oleh seruan jihad baik dari orang-orang masjid maupun dari mulut ke mulut. Sontak saja, seluruh santri angkat senjata demi mewujudkan angan Indonesia merdeka menjadi realita. Terlepas dari kentalnya sikap TAWADHU para santri pada sang guru, tindakan para santri untuk turut berperang demi kemerdekaan dilatar belakangi oleh cinta tanah air, sikap yang kini kita sebut dengan nasionalisme.

Baca Juga: Analisis Peran IPNU Sebagai Wujud Revitalisasi Moral Pelajar Indonesia

Sikap Optimis Seorang Pelajar Yang Membuahkan Hasil

 

IPNU IPPNU merupakan sebuah wadah yang bersifat keterpelajaran, yang mana dalam sebuah organisasi ini mayoritas seorang pelajar, bahkan seorang santri pun terdapat di dalamnya. Jadi jangan ragukan lagi yang namanya pelajar NU itu sudah pasti memiliki jiwa seorang santri yang tak kalah hebatnya dengan pelajar yang lain. Sifat seorang santri salah satunya yaitu sikap optimis yang mana dengan sikap optimis inilah yang menjadi salah satu harapan bagi seorang santri untuk melangkah dengan pasti, apalagi seorang santri ini tak lepas dalam setiap langkahnya selalu dimulai dengan ucapan basmalah yang menjadi senjatanya untuk memantapkan setiap pekerjaan agar selalu ada dalam lindungan dan pertolongan Allah SWT . Jadi dengan sikap optimis inilah yang dapat membuahkan hasil dan dapat menjadikan sebuah kekuatan jiwa serta ruhnya seorang pelajar NU untuk selalu siap dalam menjawab segala permasalahan dan tantangan yang akan dihadapinya.

Tak lupa, terlepas dari yang namanya seorang pelajar NU ini selalu berharap dan berburu akan mendapatkan barokah dan karomahnya para ulama, jadi ketika kita selaku Pelajar NU sudah tidak diragukan lagi dalam kualitasnya karena kami duduk dalam sebuah organisasi yang dipimpin oleh ulama besar kami yang dikemudian hari atau suatu saat nanti akan menjadi sopir bagi kami para penumpang dalam organisasi Nahdlatul Ulama ini.

Bagaimana cara memulainya untuk bisa menjawab tantangan hari ini

“Iya. Kami siap. Tapi bagaimana lagi? Saya belum pernah menyiapkan untuk kegiatan di hari esok.”

“Bagaimana caranya? Sungguh sangat sulitkah untuk melakukan hal sepele itu.”

Mungkin akan ada ujaran bernada pesimis seperti kutipan tersebut. Mereka sadar akan pentingnya menyelamatkan bangsa lewat hak yang sepele, yaitu disiplin. Namun, banyak kendala yang harus dihadapi, termasuk ketidakpercayaan diri. Hal ini bukan Masalah besar. Santri tentu ingat salah satu jalan Allah dalam surah Yusuf ayat 87 yang artinya “Dan janganlah kamu berputus asa dari Rahmat Allah, sesungguhnya tiada berputus asa dari Rahmat Allah melainkan lain kafir,” tidak ada masalah yang tidak disertai dengan pemecahannya. Berputus asa bukanlah sikap seorang santri dan bukanlah sikap seorang pelajar NU, jadi menerjang benteng keterbatasan adalah keharusan dalam melaksanakan disiplin dalam hal yang sangat sepele terlebih dahulu.

 

Paham psikologi behavioristik menjelaskan bahwa perubahan tingkah laku merupakan hasil dari pengalaman (Hidayat via Zulhammi,2015; 111). Berdasarkan penjelasan tersebut, dapat dipahami bahwa perubahan perilaku seseorang dari yang tidak bisa menjadi bisa disebabkan oleh pengalaman. Oleh sebab itu, pelejar NU yang belum terbiasa berdisiplin perlu menciptakan pengalaman. Mulai dengan belajar menghargai pentingnya pekerjaan hal yang sepele yang selalu kita kerjakan rutinitas setiap hari . Terlepas dari semua itu, pelajar NU perlu menumbuhkan keberanian dalam dirinya sendiri untuk bisa disiplin tepat waktu.

Akhir kata, pelajar NU harus turut berdiri di garda depan untuk membedah masalah dan memberi solusi untuk kehidupan dimasa yang akan datang.

 

Oleh : Nela Marwah Hanafi (Anggota IPPNU kabupaten Garut)

Editor: M.Y.A Sastradiamdja

Baca Juga: Era Disrupsi Teknologi Sebagai Tantangan Pelajar Masa Kini

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *