Indonesia merupakan negara geografis yang terdiri atas beribu-ribu pulau dengan berbagai macam kebudayaan, bahasa, suku, etnik. Keberagaman yang ada pada masyarakat bisa menjadi kekayaan bangsa Indonesia dan potensi bangsa. Namun, keberagaman juga bisa menjadi tantangan, hal itu disebabkan karena orang yang mempunyai perbedaan pendapat bisa lepas kendali. Meskipun penuh dengan keragaman budaya, Indonesia tetap satu sesuai dengan semboyannya, Bhineka Tunggal Ika yang dapat diartikan, “meskipun berbeda-beda tetapi tetapi tetap satu jua”.

Salah satu dari sekian keragaman kebudayaan yang ada di Indonesia adalah kebudayaan Sunda. Kebudayaan Sunda merupakan kebudayaan yang hidup, tumbuh dan berkembang di kalangan orang Sunda yang pada umumnya berdomisili di tanah Sunda yaitu Jawa Barat. ciri khas “Orang Sunda” Bahasa daerah yang khas yaitu bahasa Sunda. Karakter lainnya seperti dalam kesenian tradisional seperti reog, calung, jaipongan, serta upacara-upacara adat seperti slametan dalam perkawinan. Ada juga acara “nujuh bulanan” (7 bulanan) dalam kehamilan, “nginepkeun pare” upacara yang dilakukan saat bertani. Ciri khas budaya Sunda lainnya adalah rumah panggung khas Sunda, serta alat-alat bertani yang diciptakan oleh komunitas Sunda terdahulu, seperti: cangkul, wuluku (alat pembajak sawah), etem (anai-anai), bebegig sawah (orang-orangan sawah).

Baca Juga: Analisis Peran IPNU Sebagai Wujud Revitalisasi Moral Pelajar Indonesia

Pandangan hidup masyarakat Jawa Barat atau Tatar Sunda adalah masyarakat yang  silih asih, silih asah dan silih asuh (saling mengasihi, saling mempertajam diri dan saling melindungi). Selain itu budaya Sunda pun memiliki ciri khas lainnya yaitu kesopanan; rendah hati terhadap sesama (handap asor), hormat kepada orang yang lebih tua dan menyayangi orang yang lebih kecil (hormat ka nu luhur, nyaah ka nu leutik), membantu orang lain yang membutuhkan dan yang dalam kesusahan (nulung ka nu butuh nalang ka nu susah) dan masih banyak yang lain lagi. (Dadang Kahmad, M.Si., 2003).

Dewasa ini seperti kebudayaan lain pandangan hidup orang Sunda pun mengalami perubahan, sejalan dengan tuntutan keadaan. Proses pembangunan yang sedang dilaksanakan merupakan proses perubahan sosial dari masyarakat tradisional menuju masyarakat modern. Namun dalam melakukan proses perubahan itu, masyarakat Sunda sering begitu saja mengambil model-model dari Negara maju, tanpa memperhitungkan nilai-nilai budaya yang berlaku dalam masyarakat Sunda. Keadaan demikian dapat menimbulkan berbagai dampak negatif dalam kehidupan masyarakat Sunda sehari-hari, seperti terjadinya kepincangan sosial (kemiskinan, kenakalan, kriminalitas, dan lain-lain), kehancuran lingkungan alam karena eksploitasi yang berlebihan. Dampak-dampak tersebut dapat menimbulkan kegelisahan, keresahan dan ketidakpastian di kalangan masyarakat Sunda pada umumnya. Akibatnya mereka kehilangan arah dan pegangan hidup. Sekarang nilai-nilai dan norma-norma Sunda lama yang telah dianggap “ketinggalan jaman” oleh masyarakat Sunda, khususnya anak muda telah ditinggalkan.

Pada jaman yang modern ini, etnis Sunda telah mengalami kemiskinan kultural. Satu keadaan dimana melemahnya gejala kontribusi nilai dan norma hidup orang Sunda. Kondisi ini terjadi hampir dalam seluruh aspek kehidupannya baik dalam lingkup kehidupan mikro maupun makro. Ajaran Sunda sudah tidak menjadi bagian dari pandangan hidup orang Sunda sendiri. Terlebih  bahkan menjadi tamu asing di rumah sendiri, hilangnya kepedulian orang Sunda terhadap budaya Sunda.

Contoh kongkrit dalam penggunaan bahasa Sunda yang semakin kurang populer di lingkungan orang Sunda sendiri. bahasa Sunda hampir menjadi asing bahkan sampai tidak dikenali  bagi sebagian orang Sunda. Praktis keadaan itu pula mulai mengikis nilai pemahan falsafah silih asah, silih asih dan silih asuh. loyalitas orang Sunda terhadap budaya Sunda dan pandangan hidupnya sangat lemah, bahkan terlalu kooperatif dan adaptif dengan budaya luar, baik dari suku bangsa lainnya di Indonesia maupun dari luar Indonesia. Kondisi ini dapat disebabkan sifat budaya Sunda yang tidak agresif bahkan terkesan permisif, cenderung tidak demonstratif untuk menyebarkan budaya Sunda, melainkan banyak menerima atau mengadopsi budaya luar ke dalam budayanya sendiri. (Cecep Darmawan, 2005).

Da’um Sumardi, Kepala Bidang Kebudayaan Paguyuban Pasundan Bandung mengatakan bahwa orang Sunda masih berpegang teguh pada etika, tata krama, sopan santun sampai sekarang. Akan tetapi tidaklah cukup untuk lebih mendalami nilai-nilai kehidupan yang ada dalam kearifan sunda. Terlebih juga paradigma lama yang sekiranya dapat menghambat kemajuan orang Sunda sendiri sudah dibuang atau ditinggalkan, seperti istilah Mangga ti payun (silahkan duluan) sekarang menjadi simkuring ti payun (Saya duluan). Contohnya: dalam suatu pertemuan, biasanya orang Sunda tidak berani langsung duduk di barisan depan dan lebih memilih duduk di belakang. Berbeda dengan hal tersebut, sekarang orang Sunda memiliki pikiran untuk maju, oleh karena itu orang Sunda mulai berani duduk di depan dengan tidak menyalahi aturan.

Namun sekarang dengan berkembangnya zaman, kebudayaan Sunda cepat menyerap modernisasi dan terpengaruhi oleh kebudayaan luar, sehingga sulit untuk berkembang. Hal tersebut disebabkan oleh kurangnya orang tua mengajarkan nilai-nilai kesundaan kepada anaknya dari kecil, sekarang anak hanya mendapatkan ajaran Sunda dari Sekolah Dasar dan SMP. Tata krama orang Sunda pun berkurang, contohnya bila lewat di depan orang, baik orang tua maupun orang yang lebih muda tidak mengatakan “Punten”. Sedangkan menurut Warnaen.dkk, orang Sunda memiliki pandangan hidup sebagai pribadi untuk menghormati orang tua dan memiliki tata krama serta untuk tetap berlaku sopan dan rendah hati pada setiap orang.

Eksistensi Organisasi IPNU di Tatar Sunda dan Gerakan Merawat Kebudayaan

Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) adalah organisasi yang berada di bawah naungan jam’iyyah Nahdlatul Ulama (NU). IPNU merupakan tempat berhimpun, wadah komunikasi, aktualisasi dan kaderisasi Pelajar-Pelajar NU. IPNU juga merupakan bagian integral dari potensi generasi muda Indonesia yang menitikberatkan bidang garapannya pada pembinaan dan pengembangan remaja, terutama kalangan pelajar (siswa, mahasiswa dan santri). Sebagai bagian yang tak terpisahkan dari generasi muda Indonesia, IPNU senantiasa berpedoman pada nilai-nilai serta garis perjuangan Nahdlatul Ulama dalam menegakkan Islam Ahlusunnah Wal Jama’ah. Dalam 70 konteks kebangsaan, IPNU memiliki komitmen terhadap nilai-nilai Pancasila sebagai landasan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.

Dalam Peraturan Dasar dan Peraturan Rumah Tangga (PDPRT) Disebutkan cara bersikap dan landasan bersikap IPNU dalam menjalankan kegiatan pribadi dan berorganisasi harus tetap memegang teguh nilai-nilai yang diusung dari norma dasar keagamaan Islam ala Ahlussunnah Wal Jama’ah yang dalam bidang kalam mengikuti madzhab Imam Abu Hasan Al-Asy’ari dan Imam Abu Mansur Al-Maturidi; dalam bidang fiqh mengikuti salah satu dari Madzhab Empat Imam yaitu Hanafi, Maliki, Syafi’I, dan Hambali serta dalam bidang tasawuf mengikuti madzhab Imam al-Junaid al-Baghdadi dan Abu Hamid al-Ghazali dan norma yang bersumber dari masyarakat (nilai kekayaan budaya lokal). Landasan nilai ini diharapkan dapat membentuk watak diri seorang kader IPNU.

Nilai nilai tersebut salah satunya adalah keterpelajaran dan Sosial Kemasyarakatan. begitupun dengan cara bersikap, IPNU memandang dunia sebagai kenyataan yang beragam. Karena itu keberagaman diterima sebagai kenyataan. Namun juga bersikap aktif yakni menjaga dan mempertahankan kemajemukan tersebut agar harmonis (selaras), saling mengenal (lita’arofu) dan memperkaya secara budaya. Sikap moderat (selalu mengambil jalan tengah) dan menghargai perbedaan menjadi semangat utama dalam mengelola kemajemukan tersebut. Dengan demikian IPNU juga menolak semua sikap yang mengganggu keanekaragaman atau keberagaman budaya tersebut. Pluralitas, dalam pandangan IPNU harus diterima sebagai kenyataan sejarah.

Baca Juga: Pelajar NU Menjawab Tantangan Hari Ini

Eksistensi IPNU di tatar sunda bukanlah sesuatu yang baru. Tercatat di Kabupaten Garut sendiri sudah lebih dari 30 tahunan, malah lebih. Maka IPNU di tatar sunda ini penting untuk dapat menampakan keberadaannya sebagai sebuah organisasi. Sebagai badan Otonom Nahdlatul Ulama harus dapat menampakan keberadannya yang bersifat keterpelajaran, kemasyarakatan dan kepemudaan.

Sebagai organisasi yang bersifat keterpelajaran dan kemasyarakatan sudah sepatutnya IPNU berperan dalam menjaga dan melestarikan kebudayaan sunda, menolak globalisasi bukanlah solusi yang tepat, karena itu berarti menghambat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Karena itu, yang dibutuhkan adalah strategi untuk meningkatkan daya tahan budaya sendiri dalam menghadapinya. Untuk itu perlu peran orang tua dalam hal mempertahankan nilai dan tradisi budaya sunda ini, dimulai dari kesadaran sendiri akan pentingnya mempertahankan budaya, serta orang tua juga harus menguasai pengetahuan budaya sunda. orang tua memiliki peran penting dalam memberikan pengetahuan kepada anaknya mengenai nilai-nilai budaya sunda.

Ada banyak langkah strategis yang dapat dilakukan oleh IPNU dalam rangka penguatan nilai-nilai kebudayaan sunda dikalangan para pelajar, misalnya memperbaiki tutur bahasa sunda, penggunaan bahasa yang baik dikalangan pelajar harus menjadi penekanan, karena bahasa merupakan cerminan seseorang. Pembiasaan penggunaan bahasa yang baik perlu diterapkan sejak dini, karena hal ini nantinya akan menjadi kebiasaan dalam berkomunikasi. Untuk itu  peran IPNU dalam mempertahankan nilai dan tradisi budaya sunda dari mulai Kesenian, tradisi, hingga bahasa menjadi tugas utama agar terus berkembang dan diwariskan secara turun-temurun dari generasi ke generasi berikutnya. Dan semoga IPNU bisa menjadi warga negara yang baik yang selalu hormat dan mencintai budaya serta dapat menjunjung tinggi nilai, Bahasa, tradisi budaya sunda. Dan dapat meneruskan adat istiadat leluhurnya.

Oleh : M. Yasir Alawi Sastradimadja (Sekretaris PC. IPNU Garut)

Baca Juga: Paradigma Kaderisasi Pada Gerakan Pelajar NU

 

2 thoughts on “Tanggung Jawab IPNU Terhadap Kebudayaan Lokal”

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *