Oleh : Siti Sunduz (Lembaga Konseling PC IPPNU Garut)

 

Selamat Iedul Adha, Rekan dan Rekanita. Media Center IPNU bilang, Otw Qurban Cek: Rekan Rekanita tim qurban apa tahun ini? Unta? Sapi? Kambing? Perasaan? Oke, tulisan ini diangkat sebagai jawaban pribadi sebagai salah satu tim qurban Perasaan. Hahaha emang iya ada? Tidak percaya bagaimana hakikat qurban Perasaan di hari raya ini? Simak tulisannya sampai akhir, ya!

Baca Juga: https://ipnuippnugarut.org/2023/06/28/kembangkan-sdm-kader-ipnu-ippnu-garut-selenggarakan-training-of-trainer/

Arti Qurban
Dilansir dari laman nuonline jabar.nu.or.id, secara etimologi qurban berasal dari bahasa Arab. Diambil dari kata “qariba – yaqrabu – qurban wa qurbanan wa qirbanan” yang artinya dekat (Ibn Manzhur: 1992:1:662; Munawir:1984:1185). Yang dapat kita maknai mendekatkan diri kepada Allah, dengan mengerjakan perintah-Nya.

Qurban Perasaan
Di setiap moment hari raya qurban ini, agaknya kita hampir tidak luput dari statement dan candaan segelintir orang yang mengatakan bahwa hari itu dia akan Qurban Perasaan.

Sementara notabenenya orang-orang berqurban itu dengan sapi, kambing, unta, atau kerbau di wilayah Kudus sebagai representatif toleransi beragama.

Statement candaan “Qurban Perasaan” ini bila dipikir sesaat mungkin terdengar sebatas jokes saja. Orang-orang bahkan menghiraukan statement itu seperti angin lalu. Tapi bagi penulis sendiri, statement itu justru benar adanya.

Hemat penulis, hewan-hewan yang sebelumnya disebutkan untuk diqurbankan merupakan simbolis saja. So, bagi siapapun yang berkata baru bisa qurban Perasaan, agaknya kamu tidak perlu lagi berkecil hati.

Penulis berpikir, melibatkan makna perasaan ketika qurban memang suatu keharusan, bukan ketidakmampuan melalui ungkapan “baru bisa”.

Sebab, qurban itu tidak dilihat dan berbicara tentang sebanyak apa atau sebesar apa kategori hewan yang akan diqurbankan.

Ada makna sakral yang harus dipahami di balik moment qurban setiap tahunnya sebagai alarm diri. Agaknya, hanya nihil saja yang didapatkan bilamana setiap tahun qurban sebatas menyembelih hewan-hewan tersebut.

Tentang makna sakral di balik moment qurban dan statement Qurban Perasaan, berikut adalah ulasannya.

1. Qurban Perasaan sebagai Hakikat Qurban
Qurban Perasaan, adalah hakikat qurban? Ya! Penulis meyakini terdapat pesan ketauhidan untuk kita baca bersama dalam moment qurban ini. Bagaimana tidak, meskipun seseorang belum mampu menyembelih hewan sebagaimana qurban dilaksanakan, tetapi hakikat dari moment qurban itu haruslah dirasakan dan didapatkan setiap orang.

Perasaan seperti apa yang diqurbankan? Yakni perasaan ke-Akuan (memiliki) dalam diri.

Kita ketahui bersama, dalam kaca mata relasi makhluk dan khalik, manusia sebagai makhluk ciptaan Allah hakikatnya tidak memiliki apapun, bahkan diri sendiri sekalipun milik Allah. Allah adalah satu-satunya yang Maha Memiliki, Maha Kaya, lagi Maha Kuasa.

Menggenggam rasa memiliki tanpa dibersamai keimanan dan ketaqwaan akan mendekatkan dirinya pada kesombongan. Dan kesombongan dekat dengan kekufuran. Sebab sombong itu ibarat kata pakaian sang Pencipta.

Maka sudah seharusnya kita bercermin pada diri sendiri. Sejauh mana kita sudah khilaf memaksakan segala sesuatu untuk terus kita genggam, seolah kita pemilik sepenuhnya. Dan lupa akan hak-hak orang lain yang ternyata ada bersama dengan hal yang kita genggam.

Baca Juga: https://ipnuippnugarut.org/2023/06/26/implementasikan-visi-pac-ipnu-ippnu-selaawi-adakan-safari-ziarah-ke-beberapa-desa/

2. Qurban Perasaan: Membaca kisah Ismail, Ibrahim, dan Hajar pada Diri

Qurban ini sangat erat kaitannya dengan rentetan kisah Ibrahim, Hajar, dan Ismail serta pengorbanan perasaan demi yang hakikat yang dicinta yakni Allah SWT.

Maka dari statement Qurban Perasaan ini kita ambil cermin, dan temukan Ibrahim, Hajar, dan Ismail dalam diri kita.

Ibrahim yang mendambakan penerusnya, hingga akhirnya diamanahi kehadiran Ismail. Sementara dalam diri kita barangkali Ismail itu adalah harta, atau tahta, gelar dan kekuasaan, atau bahkan egoisme. Kita terkadang lupa, bahwa kita tidak memiliki itu semua, melainkan diamanahi oleh Allah untuk dikelola dengan baik.

Sementara itu, sudahkah kita melakukan hal yang sama seperti Ibrahim? Sejauh mana kita menyadari untuk merelakan dan membunuh perasaan ke-Akuan (memiliki) atas amanah dalam hidup kita?

Dan Hajar, pernahkah kita berikhtiar penuh dengan hati yakin kepada Allah untuk berikhtiar? Dari kisah Hajar yang berlari tujuh kali antara bukit sofa-marwa ini penulis teringat pepatah Jepang “Nana Korobi Yaoki” yang memiliki arti jatuh tujuh kali, bangkit delapan kali. Sebagai muslim yang memiliki role model sosok perempuan tangguh seperti Hajar, penulis ingin semangat itu bisa terus hidup dalam diri.

Melalui tulisan ini, penulis berharap bisa memelihara semangat itu untuk dikemudian hari seterusnya.

3. Qurban dan Kemanusiaan
Ada sebuah catatan, mana yang lebih baik antara Zuhud dan Arif. Zuhud itu sudah baik, tapi alangkah lebih baiknya bilamana sampai di titik Arif.

Dilansir dari kanal YouTube, 14 Oktober 2021 Gus Baha mengupas perbedaan orang arif dan orang zuhud. Dan penulis mendapati beberapa catatan.

Orang zuhud adalah orang yang sibuk memfokuskan dirinya meminta, memohon kepada Allah, dan mendekatkan diri kepada Allah.

Sementara orang yang arif sibuk memuji Allah, dan selalu bersyukur. Penulis menitik beratkan pada kata bersyukur. Salah satu bentuk syukur adalah dengan berbagi, bersedekah, dan mengeluarkan zakat. Maka ada konsep relasi dengan kemanusiaan di dalamnya.

Di moment qurban ini, orang-orang yang mampu menyembelih hewan qurban baiknya memprioritas dibagikan kepada orang-orang yang membutuhkan. Sehingga suka ria hari raya bisa dirasakan dan disyukuri bersama-sama.

Penulis berpikir, alangkah indahnya bilamana setiap hari kita menghidupkan makna qurban ini. Mungkin tindakan kriminal atas dorongan ketidakmampuan ekonomi bisa diminimalisir. Sebab dalam diri orang-orang tersadarkan ada hak orang lain dari hal atau amanah yang ia dapati, dan orang-orang saling berbagi untuk mencipta kebahagiaan bersama sebagai bentuk syukur

Merelakan rasa ke-Akuan (memiliki) adalah salah satu bukti cinta kepada pencipta. So, sepakatkah Qurban Perasaan itu benar adanya? Dan adanya memanglah benar.

Baca Juga: https://ipnuippnugarut.org/2023/06/26/konferancab-ipnu-ippnu-cisurupan-revitalisasi-paradigma-organsiasi-menuju-pelajar-nu-yang-berkualitas/

23 thoughts on “Qurban Perasaan: Menilik Makna Sakral dalam Canda di Hari Iedul Adha”
  1. Anna Berezina is a feverish blogger who shares her bosom experiences, insights, and thoughts on various topics during her personal blog. With a unparalleled chirography vogue and a aptitude pro storytelling: http://insightinternationalusa.com/pag/i-m-anna-berezina-i-live-in-barnsley-united.html – Anna captivates her readers and takes them on a tour be means of her life. From go adventures to deprecating evolvement, Anna covers a widespread off the mark range of subjects that resonate with her audience. Her blog not at best provides entertainment and inspiration but also serves as a dais an eye to meaningful discussions and connections. Join Anna on her blog as she invites you to be a constituent of her world and observation the power of storytelling.

    Repress loophole Anna Berezina’s personal blog for charming substance and a glimpse into her fascinating life.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *